Jumat, 24 Februari 2012

TRADISI JUAL ANAK ABG KE GERMO

Sebut saja Puja. Usia gadis ini sekitar 13 tahun. Masih sekolah. Suka menyanyi dan menari. Sambil tertawa, ia melontarkan mimpi ingin menjadi bintang film suatu saat nanti.

Jauh di balik kepolosannya sebagai gadis desa, Puja memiliki pemikiran maju. Ia adalah gadis pertama di keluarganya yang sekolah, dan bertekad menyelesaikannya. Sedikit gadis di lingkungannya yang memiliki tekad serupa.

Ia tak ingin bernasib seperti Priya, wanita berusia hampir 40 tahun yang dipaksa hidup di lingkungan prostitusi sesaat setelah memasuki masa pubertas.



Menjual anak perempuan yang memasuki usia pubertas ke prostitusi menjadi cerita jamak di Distrik Bharatpur, India. Bahkan, menjadi bagian tradisi masyarakat setempat yang ditandai upacara menyambut masa pubertas: Nathni Utarna.

Upacara itu menjadi penanda seorang gadis siap dikirim ke perdagangan seks. Siap tidur dengan klien pertamanya.

Masyarakat tak melihat ada yang salah saat seorang ayah membawa anak gadisnya ke dalam bisnis seks. Begitu pula saat seorang pemuda membawa adiknya ke tempat pelacuran. Mereka hanya melihatnya sebagai tradisi turun-temurun. 

Tradisi itu bermula dari budaya devdasi, yang artinya persembahan untuk Tuhan. Anak-anak perempuan didedikasikan sebagai pekerja seksual atas nama agama. Hanya, tradisi yang mulanya wujud persembahan keagamaan ini telah menjelma menjadi ladang bisnis yang menjanjikan kehidupan layak.



Plan India, sebuah lembaga sosial terus berupaya untuk menghapus tradisi tersebut. "Banyak wanita di pusat rehabilitasi memastikan bahwa anak-anak perempuan di keluarga mereka tak melanjutkan tradisi ini," ujar Anil Kapoor, salah satu aktivis Plan India, kepada CNN.

"Sebuah langkah kecil, tapi arahnya sudah benar. Mengubah pola pikir wanita di pedesaan adalah kuncinya," ujarnya. "Sekarang, ketika wanita-wanita sudah memiliki pendirian sendiri melawan prostitusi, saya optimistis tradisi itu bisa diakhiri."

Plan India membidik anak-anak perempuan yang belum terjerumus ke dalam pelacuran. Sebab, mereka yang sudah terlanjur masuk ke dalam bisnis tersebut umumnya sulit melepaskan diri karena terikat penghasilan yang menjanjikan. "Pendidikan adalah kunci untuk mengubah.


untuk di indonesia hal ini insyallah belum di ketahui. namun tidak menutup kemungkinan budaya ini juga ada di dindonesia, namu saya yakin tidak ada yang berani terang terangan seperti kasus di atas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENDAPAT KAMU ??